Rabu, 07 Juli 2010

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANSIETAS
Dosen Pengampu : Suyamto,S.SIT.,MPH


Disusun Oleh :
1. XXXXXXXXXX








AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2010
TERMINOLOGI
1. Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
2. Appendicitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing)
3. Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.
4. Ansietas/Cemas adalah keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi system syaraf autonom dalam berespons terhadap ancaman tidak jelas, non spesifik.
5. Gangren adalah kematian jaringan, biasanya berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke daerah yang terkena.
6. Komunikasi
a. Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut.
b. Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
c. Ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, tidak bisa menghindari perspektif dari beberapa ahli yang tertarik pada kajian komunikasi, sehingga definisi dan pengertian komunikasi menjadi semakin banyak dan beragam. Masing-masing mempunyai penekanan arti, cakupan, konteks yang berbeda satu sama lain, tetapi pada dasarnya saling melengkapi dan menyempurnakan makna komunikasi sejalan dengan perkembangan ilmu komunikasi.
d. Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Hovland, Janis & Kelley:1953
e. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. Berelson dan Stainer, 1964
f. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?)
Lasswell, 1960
g. Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Gode, 1959
h. Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. Barnlund, 1964
i. Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. Ruesch, 1957
j. Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya. Weaver, 1949
k. Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.
7. Persepsi
a. Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya (Bimo Walgito).
b. Persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus oleh organisme atau individu sehingga didapat sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu (Davidoff).
c. Persepsi ialah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan individu (Bower).
d. Persepsi merupakan suatu proses pengenalan maupun proses pemberian arti terhadap lingkungan oleh individu (Gibson).
e. Persepsi juga mencakup konteks kehidupan sosial, sehingga dikenallah persepsi sosial. Persepsi social merupakan suatu proses yang terjadi dalam diri seseorang yang bertujuan untuk mengetahui, menginterpretasi, dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsi, baik mengenai sifatnya, kualitasnya, ataupun keadaan lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang lain sebagai objek persepsi tersebut (Lindzey & Aronson).
f. Persepsi merupakan proses pemberian arti terhadaplingkungan oleh seorang individu (Krech).
g. Persepsi merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.
8. Leaflet yaitu media untuk meyakinkan seseorang, kelompok atau massa untuk mengenal, memahami suatu permasalahan berupa selebaran kertas.
9. Operasi yaitu tindakan medis dengan cara pembedahan secara steril untuk mengambil atau menghilangkan suatu penyakit.
IDENTIFIKASI MASALAH
Ansietas adalah respons emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

Tanda dan Gejala Ansietas
Keluhan-keluhan yang sering dikemukan oleh orang yang mengalami ansietas (Hawari, 2008), antara lain sebagai berikut :
1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung.
2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
3. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
6. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang, pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.

Tingkatan Ansietas
Ansietas memiliki dua aspek yakni aspek yang sehat dan aspek membahayakan, yang bergantung pada tingkat ansietas, lama ansietas yang dialami, dan seberapa baik individu melakukan koping terhadap ansietas. Menurut Peplau (dalam, Videbeck, 2008) ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panik.
1. Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan melindungi diri sendiri.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
 Ketegangan otot ringan.
 Sadar akan lingkungan
 Rileks atau sedikit gelisah
 Penuh perhatian
 Rajin
b. Respon kognitif
 Lapang persepsi luas
 Terlihat tenang, percaya diri
 Perasaan gagal sedikit
 Waspada dan memperhatikan banyak hal
 Mempertimbangkan informasi
 Tingkat pembelajaran optimal
c. Respons emosional
 Perilaku otomatis
 Sedikit tidak sadar
 Aktivitas menyendiri
 Terstimulasi
 Tenang
2. Ansietas sedang merupakan perasaan yang menggangu bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut :
a. Respon fisik :
 Ketegangan otot sedang
 Tanda-tanda vital meningkat
 Pupil dilatasi, mulai berkeringat
 Sering mondar-mandir, memukul tangan
 Suara berubah : bergetar, nada suara tinggi
 Kewaspadaan dan ketegangan menigkat
 Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.

b. Respons kognitif
 Lapang persepsi menurun
 Tidak perhatian secara selektif
 Fokus terhadap stimulus meningkat
 Rentang perhatian menurun
 Penyelesaian masalah menurun
 Pembelajaran terjadi dengan memfokuskan

c. Respons emosional
 Tidak nyaman
 Mudah tersinggung
 Kepercayaan diri goyah
 Tidak sabar
 Gembira
3. Ansietas berat, yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman, memperlihatkan respons takut dan distress. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
 Ketegangan otot berat
 Hiperventilasi
 Kontak mata buruk
 Pengeluaran keringat meningkat
 Bicara cepat, nada suara tinggi
 Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
 Rahang menegang, mengertakan gigi
 Mondar-mandir, berteriak
 Meremas tangan, gemetar
b. Respons kognitif
 Lapang persepsi terbatas
 Proses berpikir terpecah-pecah
 Sulit berpikir
 Penyelesaian masalah buruk
 Tidak mampu mempertimbangkan informasi
 Hanya memerhatikan ancaman
 Preokupasi dengan pikiran sendiri
 Egosentris
c. Respons emosional
 Sangat cemas
 Agitasi
 Takut
 Bingung
 Merasa tidak adekuat
 Menarik diri
 Penyangkalan
 Ingin bebas
4. Panik, individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah.
Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut :
a. Respons fisik
 Flight, fight, atau freeze
 Ketegangan otot sangat berat
 Agitasi motorik kasar
 Pupil dilatasi
 Tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun
 Tidak dapat tidur
 Hormon stress dan neurotransmiter berkurang
 Wajah menyeringai, mulut ternganga
b. Respons kognitif
 Persepsi sangat sempit
 Pikiran tidak logis, terganggu
 Kepribadian kacau
 Tidak dapat menyelesaikan masalah
 Fokus pada pikiran sendiri
 Tidak rasional
 Sulit memahami stimulus eksternal
 Halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi
c. Respon emosional
 Merasa terbebani
 Merasa tidak mampu, tidak berdaya
 Lepas kendali
 Mengamuk, putus asa
 Marah, sangat takut
 Mengharapkan hasil yang buruk
 Kaget, takut
 Lelah






Faktor Predisposisi
Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005).
Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :
1. Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan atau situasional.
2. Konflik emosional, yang dialami individu dan tidak terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego atau antara keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada individu.
3. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan kecemasan.
4. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
5. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat mempengaruhi konsep diri individu.
6. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani stress akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan mempengaruhi respons individu dalam berespons terhadap konflik dan mengatasi kecemasannya.
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.





Faktor presipitasi
Stresor presipitasi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan (Suliswati, 2005). Stressor presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :
1. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam integritas fisik yang meliputi :
a. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya : hamil).
b. Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal.
2. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan eksternal.
a. Sumber internal : kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri.
b. Sumber eksternal : kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.


Sumber Koping
Individu dapat menanggulangi stress dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan sosial budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping yang efektif (Suliswati, 2005).



Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).
Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan.

Penatalaksanaan Ansietas
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan asietas pada tahap pencegahaan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencangkup fisik (somatik), psikologik atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius. Selengkpanya seperti pada uraian berikut :
1. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :
a. Makan makan yang bergizi dan seimbang.
b. Tidur yang cukup.
c. Cukup olahraga.
d. Tidak merokok.
e. Tidak meminum minuman keras.
2. Terapi psikofarmaka.
Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu seperti diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspirone HCl, meprobamate dan alprazolam.



3. Terapi somatic
Gejala atau keluhan fisik (somatik) sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang bekerpanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik (fisik) itu dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh yang bersangkutan.
4. Psikoterapi
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu, antara lain :
a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.
b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila dinilai bahwa ketidakmampuan mengatsi kecemasan.
c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksudkan memperbaiki kembali (re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.
d. Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan daya ingat.
e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.
f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.
g. Terapi psikoreligius, untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan stressor psikososial.



DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :
a. Terpapar racun
b. Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama atau tujuan hidup.
c. Berhubungan dengan keturunan atau hereditas.
d. Kebutuhan tidak terpenuhi
e. Transmisi interpersonal
f. Krisis situasional atau maturasional
g. Ancaman kematian
h. Ancaman terhadap konsep diri
i. Stress
j. Substance abuse
k. Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi.
l. Fungsi peran
m. Lingkungan status ekonomi

Menurut Suliswati (2005), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan ansietas adalah :
a. Panik berhubungan dengan penolakan keluarga karena bingung dan gagal mengambil keputusan.
b. Kecemasan berat berhubung dengan konflik perkawinan.
c. Kecemasan sedang berhubungan dengan tekanan finansial.
d. Ketidakefektifan koping individu berhubung dengan kematian saudara




MAPPING/POHON MASALAH

Minggu, 04 Juli 2010

LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ALAM PERASAAN
DEPRESI
I. Kasus (Masalah Utama)
1. Gangguan alam perasaan : Depresi
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, keindahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan, Sadock, 1998).
Depresi adalah salah satu bentuk gangguan kekecewaan pada alam perasaan, (affective atau mood disorder) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa (Dadang Hawari, 2001)
Depresi ditandai dengan perasaan sedih yang berlebihan, murung tidak bersemangat, merasa tak berguna, merasa tak berharga, merasa kosong dan tak ada harapan berpusat pada kegagalan dan bunuh diri, sering disertai ide dan pikiran bunuh diri klien tidak berniat pada pemeliharaan diam dan aktivitas sehari-hari (Budi Anna Kaliat, 1996)

2. Tanda dan gejala
a. Psikologik
 rasa susah
 murung
 sedih
 putus asa
 tidak bahagia
b. Somatik
 Anoreksia
 Konstipasi
 Kulit lembab (rasa dingin)
 Tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun
B. Penyebab
Depresi berhubungan dengan koping individu yang maladaptif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika kopping individu itu tidak efektif maka individu tidak bisa menghindari distress yang hebat, sehingga menyebabkan perilaku yang tidak diinginkan.

C. Akibat
Resiko mencederai Diri
Mekanisme terjadinya masalah :
Depresi merupakan gangguan alam perasaan yang disertai oleh komponen psikologik dan komponen somatik yang terjadi akibat mengalami kesedihan yang panjang, Individu yang mengalami depresi akan mengalami Gangguan tidur, kelesuan fisik, hilangnya nafsu makan dan penyakit fisik yang ringan,selain itu dari segi emosional individu cenderung merasa Kehilangan kasih sayang, kesedihan, hilangnya kekuatan, hilangnya konsentrasi, rasa bersalah, permusuhan dan hilangnya harapan.Untuk melampiaskan hal tersebut maka individu akan cenderung banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi, menyalahkan diri sendiri dan yang lebih membahayakan mencederai diri sendiri.
III. POHON MASALAH
A. Pohon Masalah


Akibat

Core Problem

Penyebab


B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Resiko Mencederai diri
Data yang perlu dikaji:
• Bingung
• Pelupa
• Mudah marah
• Merasa jengkel pada orang lain
• Ingin membakar
• Merusak lingkungan sekitar
• Ada pikiran untuk membunuh
• Mengamuk
• Melakukan tindakan kekerasan
2. Gangguan alam perasaan:depresi
Data yang perlu dikaji:
• Tidak mampu mengutarakan pendapat sendiri
• Malas
• Sering menegemukakan keluhan somatic
• Merasa putus asa
• Ekspresi wajah yang murung
• Tidak ada nafsu makan
• Mudah tersinggung
• Konsentrasi terganggu
• Sukar tidur
3. Koping Maladaptif
Data yang perlu dikaji:
• Tidak ada harapan
• Merasa sedih
• Gelisah
• Mudah marah
• Mudah putus asa
• Merasa tidak bahagia
• Merasa tidak berdaya

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa : Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
TUM : Klien tidak mencederai diri.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat menggunakan koping adaptif dalam mengatasi masalah
a. Kriteria Hasil :
2.1. Klien mampu menggunakan kopping secara efektive untuk menghindari resiko mencederai diri.
b. Intervensi
• Diskusikan kopping yang biasa dilakukan individu saaat menghadapi suatu masalah.
• Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative dan memotong pembicaraaan.
• Utamakan member pujian yang realistic.
TUK 3 : Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
a. Kriteria evaluasi :
Klien dapat terhindar dari perilaku mencederai diri
b. Intervensi:
• Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
• Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
• Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh peramat/petugas.

TUK 4 : Klien dapat meningkatkan harga diri
a. Kriteria Evaluasi:
Klien dapat lebih menghargai dirinya.
b. Intervensi:
• Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
• Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
• Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, k eyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5 : Klien dapat menggunakan dukungan sosial
a. Kriteria Evaluasi:
Klien lebih mampu meningkatkan harga dirinya dengan dukungan social dari sekitar
b. Intervensi:
• Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
• Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
• Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).
TUK 6 : Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
a. Kriteria Evaluasi:
b. Intervensi:
• Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
• Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
• Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
• Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAAWATAN I
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien ,
klien merasa tidak bahagia, putus asa, tidak ada harapan,sulit berkomunikasi, malas berbicara, tidak ada tujuan hidup, dan cenderung ingin bunuh diri.
2. Diagnosa Keperawatan
mencederai Resiko Diri berhubungan dengan Depresi
3. Tujuan Khusus
Tuk :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat menggunakan kopping adaptif dalam mengatasi masalah
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina Hubungan saling Percaya
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan Diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasara klien.
b. Klien dapat menggunakan kopping yang adaptif dalam mengatasi masalah.
1) Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2) Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
3) Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa digunakan
4) Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
5) Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang paling tepat dan dapat diterima
6) Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang telah dipilih
7) Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam menyelesaikan masalah.
B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapetik
Selamat pagi pak/bu,perkenalakan nama saya…..bapak bisa memanggil saya cukup dengan ……saja,kalau boleh tahu nama bapak/ibu siapa?Lalu saya dapat memanggil bapak/ibu bagaimana?baiklah kalau begitu mbak,di sini saya akan menemani bapak/ibu sambil berbincang-bincang sedikit dan saya siap mendengarkan apa yang akan bpk/ibu katakana selama kita disini nanti.

b. Evaluasi/Validasi
Tapi sebelumnya kalau boleh tahu bagaimana perasaan mbak hari ini?Disini saya sangat ingin sekali membantu menyelesaikan masalah bapak/ibu dan saya harap bapak/ibu mau untuk dapat bekerja sama dengan saya.Jika bapak/ibu yakin dengan saya maka kita pasti dapat mencari jalan keluar dari masalah yang sedang ibu hadapi saat ini.Kalau ibu sudah percaya dengan saya,coba sekarang ibu mulai berbicara tentang apa yang dirasakan saat ini sehingga dapat sampai di tempat ini?
c. Kontrak
Pak/Bu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang cara bapak/ibu dalam menghadapi suatu masalah?dimana kita akan membicrakannya Pak/Bu?kira-kira ibu ingin berapa lama kita membicarakannya dan dimana tempatnya? Nah kalu begitu kita berbicara ditaman selama ± 15 menit.
2. Fase Kerja
Nah Bapak/ibu selama ini apa saja cara yang dilakukan untuk mengatasi hal-hal tersebut…
Bagus sekali ternyata bapak/ibu mempunyai banyak cara untuk mengatasinya.
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
Apa yang bapak/ibu rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi?
b. Rencana tindak lanjut
Setelah ini kita akan berbicara mengenai kemampuan atau cara yang masih bisa bapak/ibuk gunakan dalam menghadapi masalah.”
c. Kontrak
“Baiklah bapak/ibu, waktu kita sudah habis bagaimana kalau kita cukupkan sampai disini,kira-kira jam berapa kita bertemu lagi? Tempatnya dimana?”
“Baiklah mbak bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 11 selama + 20 menit.”

TARATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II
A. Proses Keperawatan
1.Kondisi Klien
klien merasa tidak bahagia, putus asa, tidak ada harapan,sulit berkomunikasi, malas berbicara, tidak ada tujuan hidup, dan cenderung ingin bunuh diri.

2.Diagnosa Keperawatan
mencederai Resiko Diri berhubungan dengan Depresi

3. Tujuan Khusus
TUK 3 : Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
TUK 4 : Klien dapat meningkatkan harga diri

4. Tindakan Keperawatan
1.klien terlindung dari tindakan mencederai diri

Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan II

1. Fase Orientasi
a.Salam Teraputik
“selamat pagi bapak/ibuk,masih ingat dengan saya.Caba sebutkan nama saya, bagus ternyata bapak/ibu masih ingat”,
b.Evaluasi/Validasi
“Bapak/ibu terlihat segar dan bugar hari ini,bagaimana perasaan hari ini?”
c.Kontrak
“Kemarin kita sudah berbicara mengenai cara yang bapak/ibuk gunakan untuk menghadapi masalah, nah sekarang sesuai dengan janji kita, bagaimana kalau kita mulai pembicaraan kita mengenai dimana kita bicara nanti bapak/ibu? Bagaimana kalo kita bicara di ruang tamu+ 30 menit

2.fase Kerja
“Sekarang coba mbak sebutkan cara-cara yang bisa bapak/ibuk lakukan selama menghadapi masalah”.
:Baik,apalagi mbak?”
m
2. Fase Terminasi

Jumat, 28 Mei 2010

HEMOROID

A. Pengertian
Hemoroid adalah pelebaran vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak merupakan keadaan patologik. Hanya apabila menyebabkan keluhan atau penyulit diperlukan tindakan. Hemaroid sangat umum terjadi. Pada usia 50 tahun 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang terkena.

B. Etiologi
Faktor predisposisi yaitu : Herediter, Anatomi, Makanan, Pekerjaan, Psikis dan Senilis, konstipasi dan kehamilan.
Faktor presipitasi adalah faktor mekanisme (kelainan sirkulasi parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan radang.
Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri ttetapi salling berkaitan.

C. Klasifikasi
Hemaroid dibedakan menjadi dua yaitu :
 Hemaroid Intern adalah Vena yang berdilatasi pada pleksus vena hemoroidalis superior dan media atau hemoroid yang terjadi atas sfingter anal. Hemaroid intern ini dibagi menjadi 4 tingkat yaitu :
- Tingkat I : varises satu atau lebih V. hemoroidales interna dengan gejala perdarahanberwarna merah segar pada saat buang air besar.
- Tingkat II : varises dari satu atau lebih v. hemoroidales interna yang keluar dari dubur pada saat defekasi tetapi masih dapat kembali dengan sendirinya.
- Tingkat III : seperti tingkst II tetapi tidak dapat masuk spontan, harus didorong kembali.
- Tingkat IV : telah terjadi inkarserasi
 Hemaroid ektern yang merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemaroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutandidalam jaringan dibawah epitel anus atau hemaroid yang muncul di luar sfingter anus.


D. Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan nekrosis.
Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius. Selain itu Sistem vena portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemorrid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri. Bentuk ini sering nyeri dan gatal karena ujung-ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri

E. Manifestasi klinik
Gejala utama berupa :
 Perdarahan melalui anus yanng berupa darah segar tanpa rasa nyeri
 Prolaps yang berasal dari tonjolan hemaroid sesuai gradasinya.
Gejala lain yang mengikuti :
 Nyeri sebagai akibat adanya infeksi sekunder atau trombus.
 Iritasi kronis sekitar anus oleh karena anus selalu basah.
 Anemia yang menyertai perdarahan kronis yang terjadi

F. Pemeriksaan dan diagnosis
a. Anamnesa : BAB diselimuti darah segar atau menetes darah segar sehabis BAB.
b. Fisik : Kemungkinan tidak ditemui kelainan pada pemeriksaan luar, kadang-kadang didapatkan anemia.
c. Colok dubur : Tidak didapatkan rasa nyeri, tidak teraba tumor. Colok dubur harus dilakukan untuk mendapatkan kelainan lain.
d. Proktoskopi : ditentukan lokal dan gradasi hemoroid interna yang selanjutnya digunakan untuk menentukan cara pengobatannya.

G. Diagnosis Banding
Pada penderita dewasa harus di diagnosa banding :
 Karsinoma rektum
 Karsinoma anus
 Fisura ani
 Amubiasis
 Polip rektum
Pada penderita anak harus di-diagnosa banding :
 Polip rektum
 Invaginasi
 Fisura ani

H. Komplikasi
 Perdarahan
 Trombosis
 Prolaps

I. Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan Tingkatnya, Hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk tingkt 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk tingkat 3-4, perdarahan dan nyeri.
a. Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:
a. Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.
b. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.
c. Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.
b. Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:
a. Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
b. Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.
c. Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal
Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal.
d. Hemoroidectomy kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
e. Laser Nd: YAG
Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska operatif.
f. Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.
g. Hemorroidectomy atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal


Perawatan pre dan post operasi
 Pre operasi
Pasien mungkin diberikan laxatif dan diberi dorongann untuk memakan diet penuh dan normal hingga beberapa jam sebelum anattesi lokal dilakukan. Obat pelembek feses sering diberikan untuk memudahkan pengeluaran feses melalui rektum pasa masa post operatif dan laxatif besar mungkin diberikan untuk meningkatkan jumlah kotoran yang keluar. Enema mungkin di minta, dilakukan 1-2 jam sebelum pembedahan.
 Post operasi
Pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa nyeri yang merupakan akibat spasme rektal dapat menghambat buang air kecil dan defikasi. Rasa nyeri dapat diminimalkan dengan penggunaan analgetik, sitbath, dan pelembek feses. Selama 12 jam pertama setelah pembedahan perdarahan merupakan hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul didalam lubang anal dan tidak dikeluarkan, untuk itu tanda-tanda lain dari perdarahan harus di monitor (TTV, tidak dapt beristirahat dan haus). Pada periode ini sitbath di hindari karena penghangatan akan menambahkan perdarahan lebih lanjut dengan melebarkan pembuluh darah.
Peningkatan rasa nyaman :
- Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman, tidur miring sering menjadi pilihan.
- Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong waktu duduk.
- Berikan obat-obat analgesik selama 24 jan pertama.
- Gunakan pemanasan basah setelah 12 jam pertama : kompres rektal atau sit bath dilakukan 3-4 kaali/hari.
Peningkatan eliminasi
- Berikan pelembek feses sesui resep
- Berikan analgetik jika mungkin, menjelang air besar pertama.
- Jika diminta untuk enema, gunkan kateter yang diberi pelumas dengan baik atau tube rektal yang kecil
Pendidikan pada pasien :
- Lakukan sitbath setiap kali setelah BAB paling kurang 1-2 minggu setelah operasi.
- Makan diet berserat yang adekuat, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah raga ringan.
- Pelembek feses mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna.
- Lpaorkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu defikasi, drainasse yang supuratif.
HEMORRHOIDECTOMY

A. Pengertian
Adalah eksisi bedah untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses hemoroid.
Prinsip pada hemoroidectomy adalah eksisi hanya pada jaringan yang menonjol dan eksisi konservasi kulit serta anoderm normal
B. Indikasi
 Penderita hemorroid yang mengalami keluhan menahun da pada penderita hemoroid derajat III dan IV.
 Penderita yang mengalami perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana.
C. Prosedur Tindakan
Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya melebar secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian potong. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya buang angin dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka anal
 Sesudah operasi
Pembedahan ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Rasa nyeri yang merupakan akibat kekakuan anus dapat menghambat buang air kecil dan buang air besar. Rasa nyeri dapat diminimalkan dengan penggunaan penghilang nyeri dan pelembek tinja. Selama 12 jam pertama setelah pembedahan perdarahan merupakan hal yang mungkin terjadi. Darah dapat terkumpul didalam lubang anus dan tidak dikeluarkan
Peningkatan rasa nyaman :
- Bantu pasien untuk tidur dengan posisi yang nyaman, tidur miring sering menjadi pilihan.
- Gunakan ganjalan pengapung dibawah bokong waktu duduk.
- Berikan obat-obat penghilang rasa nyeri selama 24 jam pertama..
Pendidikan pada pasien :
- Makan diet berserat yang adekuat seperti sayuran dan buah-buahan, minum paling sedikit 2000 ml cairan dan berolah raga ringan.
- Pelembek tinja mungkin dibutuhkan setiap hari atau setiap beberapa hari hingga penyembuhan sempurna.
- Laporkan gejala-gejala : perdarahan rektal, nyeri terus menerus waktu buang air besar

Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut b.d agen injuri (spasme sfingter pasca operasi)
2. Konstipasi b.d faktor fungsional (penolakan kebiasaan/menggugurkan keinginan untuk defekasi)
3. Ansietas b.d perubahan status kesehatan.
4. Resiko infeksi
5. Defisit self care b.d kelelahan
6. Defisit pengetahuan b.d misinterpretasi informasi
7. PK : Hemoragi











DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.2. EGC. Jakarta
Joanne C.Mc Closkey. 1996. Nursing intervention classification (NIC). Mosby year book. St. Louis
Long. 1996. Perawatan medikal bedah. Yayasan ikatan alumni pendidikan keperawatan Padjajaran. Bandung.
Mansjoer,dkk. 2000. kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 2. Media Aesculapius. Jakarta
Sjamsuhidayat, Jong. 2005. Ilmu Bedah edisi 2. EGC. Jakarta
Sabiston. 1994. Buku Ajar Bedah bagian 2. EGC. Jakarta

Marion Johnon,dkk. 2000. Nursing outcome classification (NOC). Mosby year book. St. Louis
Marjory godon,dkk. 2000. Nursing diagnoses: Definition & classification 2001-2002. NANDA
Prince, Wilson. 1995. Patofisiologi konsep klinis proses-prpses penyakit , edisi 4, buku 2. EGC. Jakarta
--------- 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi ilmu Bedah. Rumah sakit dr. Soetomo. Surabaya




Rencana Asuhan Keperawatan Hemoroid
NO Diagnosa keperawatan NOC NIC
1.
















































2.




















3














4.






























5.



















6.




































7.



Nyeri akut b.d agen injuri (post hemorrhoidectomy)














































Konstipasi b.d faktor fungsional (penolakan kebiasaan/menggugurkan keinginan untuk defekasi)
















Anxiety b.d perubahan status kesehatan













Resiko infeksi






























Defisit pengetahuan b.d misintreprestasi informasi

















Defisit self care (mandi, makan dan berpakaian) b.d kelemahan fisik


































PK : perdarahan
 Kontrol Nyeri ;
- Mengatakan faktor resiko.
- Mengatakan kapan waktu nyeri.
- Gunakan teknik non analgetik.
- Gunakan analgetik bila dibutuhkan.
- Mengatakan tanda dan gejala nyeri.
- Gunakan catatan nyeri.
- Laporkan adanya kontrol nyeri
Keterangan :
1 : Berat
2 : Agak berat
3 : Sedang
4 : Sedikit
5 : Tidak ada
 Tingkat kenyamanan dengan kriteria :
- Dilaporkan keadaan fisik dalam keadaan sehat.
- Dilaporkan keadaan psikologis dalam keadaan baik.
- Eksperikan kesukaan dengan hubungan sosial.
- Ekspresikan kesukaan dalam melakukan ibadah.
- Dilaporkan kepuasaan dengan tingkat kebebasan.
- Dilaporkan adanya control pain.
Keterangan :
1 : tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : kadang-kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan






















 Bowel Elimination
- Pola eliminasi dalam batas normal
- Dapat mengontrol pergerakan perut
- Warna, jumlah BAB dalam batas normal
- Konstipasi tidak ada
- Nyaman pada saat pengeluaran feses
- Tidak terdapat kram perut
- Pemasukan cairan yag adekuat
- Pemasukan serat yang adekuat
- Intervensi feses yang keluar.
Keterangan :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : Kadang-kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan





 Kontrol cemas
- Identifikasi dan verbalisasi tanda dan gejala cemas
- Mencari informasi yang dapat menurunkan cemas
- Monitor intensitas cemas
- Mengidentifikasi dan menverbalisasi faktor penyebab cemas
- Menggunakan strategi koping efektif
- Mempertahankan kosentrasi Menerima status kesehatan
Keterangan :
1 : Tidak pernah dilakukan
2 : jarang dilakukan
3 : Kadang-kadang dilakukan
4 : sering dilakukan
5 : selalu dilakukan

Kontrol infeksi, dengan :
- Menerangan cara-cara penyebaran infeksi
- Menerangkan fakktor-faktor yang berkontribusi dengan penyebarn infeksi
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Menjelasan aktivitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi.
Keterangan :
1: Tidak pernah
2: Terbatas
3: Sedang
4: sering
5: selalu


















Pengetahuan : Proses penyakit :
 Mengenal nama penyakit
 Menjelaskan proses penyakit
 Menjelaskan penyebab, dan faktor-faktor resiko
 Menjelaskan efek dari penyakit dan tindakannaya
 Menjelaskan tentang komplikasi dan perawatan.

Keterangan :
1 : Tidak pernah
2 : terbatas
3 : sedang
4 : sering
5 : selalu







 Self care dressing :
- Memilih pakaian
- Memakai pakaian bagian bawah
- Memakai pakaian atas
- Membuka pakaian atas
Keterangan :
1 : tergantung, tidak ada partisipasi
2 : dibantu orang lain dan alat
3 : Dibantu orang lain
4 : Dibantu alat
5 : Mandiri
 Self care eating
- Membuka penutup makanan
- Mengambil makanan
- Membuka tutup gelas
- Menyuap makanan
- Minum mengunakan gelas
Keterangan :
1 : tergantung, tidak ada partisipasi
2 : dibantu orang lain dan alat
3 : Dibantu orang lain
4 : Dibantu alat
5 : Mandiri
 Self care : Hygiene
- Membasuh tangan
- Menggunakan deodoran
- Membersihkan telinga
- Membersihkan hidung
- Menjaga kebersihan mulut
Keterangan :
1 : tergantung, tidak ada partisipasi
2 : dibantu orang lain dan alat
3 : Dibantu orang lain
4 : Dibantu alat
5 : Mandiri


Perdarahan tidak terjadi dan perdarahan dapat ditangani


1. Manajemen nyeri
- Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onset durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
- Obserasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidak nyamanan.
- Berikan analgesik sesuai dengan anjuran
- Gunakan komunikasi teraupetik agar pasien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya.
- Kaji budaya pasien
- Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas hidup : pola tidur, nafsu makan, mood,pekerjaan, hubungan dll.
- Kaji pengalaman nyeri pasien
- Informasikan tentangnyeri seperti penyebab, berapa lama terjadi dan tindakan pencegahan.
- Kontrol faktor-faktor lingkkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan.
- Ajarkan teknik non farmakologi.
- Evaluasi efektifitas dari tindakan mengontrol nyeri.
- Tingkatkan istirahat dan tidur.
- Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen nyeri.


2. Pemberian analgetik
- Tenetukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas daan keparahan sebelum pengobatan.
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Pilih analgetik secara tepat/kombinasi lebih dari satu analgetik jika telah diresepkan.
- Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgetik
- Monitor reaksi dan efek samping obat.
- Dokumrntasikan respon setelah pemberian analgetik dan efek sampingnya
3. manajemen lingkungan : kenyamanan
- Pilih ruangan dengan lingkungan yang tepat
- Batasi pengunjung
- Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidak nyamanan pasien
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Hindari penyinaran langsung dengan mata
- Sediakan lingkungan yang tenang
- Perhatikan hygiene pasien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien yang membuat nyaman.


1. Manajemen konstipasi
- Monitor tanda dan gejala dari konstipasi
- Monitor pergerakan perut termasuk frekuensi , konsisten, bentuk, jumlah, warna
- Monitor suara bowel
- Konsultasikan bila terjadi penurunan/penigkatan suara usus
- Monitor tanda dan gejal ruptur perut/peritonoitis
- Identifikasi faktor yang menyebabkan konstipasi
- Dorong pasien untuk banyak minum, makanan berserat
- Perintahkan pada pasien atau keluarga bila perlu digunakan laxative
- Ajarkan pada pasien dan keluarga hubungan antara minum banyak, diet yang berserat, dan latihan
- Konsultasikan dengan dokter bila terdapat konstipasi
- Berikan laxative atau enema
- Informasikan pasien tentang manual remove of stool jika penting
- Lakukan enema atau irigasi bila perlu


1. Penurunan cemas
- Kaji tingkat kecemasan pasien
- Tenangkan pasien
- Jelaskan tentang prosedur tindakan pada pasien dan perasaan yang muncul pada saat dilakukan tindakan
- Beusaha memahami keadaan pasien
- Berikan informasi tentang diagnosa, prognosisi, dan tindakan penyakit
- Ciptakan hubungan saling percaya
- Bantu pasien menggungkapkan hal-hal yang membut cemas
- Ajarkan pasien teknik relaksasi.




1. Kontrol infeksi
- Bersihkan lingkungan disekitar pasien
- Ganti peralatan klien setiap kali selesaikan tindakan
- Batasi jumlah pengunjung
- Ajarkan cuci tangan untuk menjaga kesehatan individu
- Anjurkan klien untuk mencuci tangan dengan tepat
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan klien.
- Lakukan universal precaution
- Gunkan sarung tangan steril
- Lakukan perawatan jalur IV pada semua jalur IV
- Lakukan perawatan luka dengan teknik yang tepat
- Tingkatkan asupan nutrisi
- Tingkatkan asupan cairan yang adekuat
- Anjurkan istirahat
- Berikan terapi antibiotik
- Berikan obat dengan prinsip 5 benar
- Cek riwayat alergi obat
- Monitar tanda-tanda vita
- Monitor tanda-tanda infeksi
- Monitor reaksi obat dan efek samping
2. Manajemen Lingkungan
- Pilihlah ruang. Dengan lingkungan yang tepat
- Tentukan hal-hal yang menyebabkan ketidaknyaman klien.
- Sediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Perhatikan hygiene klien untuk menjaga kenyamanan
- Atur posisi pasien senyaman mungkin



1. Pendidikan kesehatan :
- Kaji tingkat pendidikan pengetahuan klien berhubungan dengan proses penyakit yang spesifik
- Jelaskan tentang proses penyakit
- Berikan informasi kepada tentang kondisinya
- Berikan informasi tentang tindakan diagnostik yang dilakukan.
- Berikan informasi tentang perawatan post operasi
- Diskusikan perubahan prilaku yang dapat mencegah komplikasi
- Diskusikan pilihan terapi
- Fasilitasi klien untuk mendapat second opinion
- Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin muncul
2. Pendidikan kesehatan : pengobatan
- Jelaskan tentang pengobatan yang di dapat.
- Jelaskan kepada klien tujuan dari tindakan setisp pengobatan
- Ajarkan klien dan keluarga bagaimana mencegah infeksi

1. Dressing
- Monitor kemampuan klien dalm berpakaian
- Bantu klien dalam berpakaian
- Dorong klien untuk berpartisipasi dalam berpakaian
- Gunakan pakaian klien
- Ganti baju klien setiap hari
- Beri bantuan sampai klien mampu melakukannya sendiri
2. Feeding
- Sediakan meja atractive
- Dudukkan klien saat makan
- Letakan makanan didekat klien
- Sediakan air saat pasien makan
- Dorong keluarga untuk memotivasi klien untuk makan dan berikan bantuan
3. Bathing
- Kaji tempat mandi klien
- Monitor kemampuan untuk mndi
- Gunakan air hangat untuk menyibin
- Berikan lotion pada daerah yang kering
- Monitor keadaan kulit
- Anjurkan ambulasi dini secara bertahap















- Monitor tanda dan gejala dari perdarahan
- Monitor tingkat kesadaran, dan TTV pasien
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat pencegah perdarahan
- Monitor pemberian obat
TINJAUAN TEORITIS : TUMOR MAMMAE

Pendahuluan
Ca mammae pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah carcinoma serviks uteri. Kurva insiden usia bergerak tinggi sejak usia 30 tahun. Kanker jarang ditemukan pada usia di bawah 20 tahun. Angka tertinggi pada usia 45-66 tahun. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertambahan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjadi benjolan tumor (cancer). Apabila tumor ini tidak diambil dan dibuang, dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinannya juga sel kanker tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh.

Etiologi
Tidak ada satupun sebab spesifik, sebaliknya terdapat serangkaian factor genetic, hormonal dan kemudian kejadian lingkiungan dapat menunjang terjadinya cancer payudara.

Faktor resiko
1. Riwayat pribadi Ca payudara
2. Menarche dini
3. Nullipara/ usia lanjut pada kelahiran anak pertama
4. menopause pada usia lanjut
5. Riwayat penyakit payudara jinak
6. Riwayat keluarga dengan ca mamae
7. Kontrasepsi oral
8. Terapai pergantian hormone
9. Pemajanan radiasi
10. Masukan alcohol
11. Umur > 40 tahun
Patofisiologi
Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan cirri-ciri: proliferasi sel yang berlebihan dan tidak berguna yang tidak mengikuti pengaruh struktur jaringan sekitarnya.
Neoplasma yang maligna terdiri dari sel-sel kanker yang menunjukkan proliferasi yang tidak terkendali yang mengganggu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut terjadi perubahan secara biokimia terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel di mana telah terjadi transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel-sel ganas di antar sel-sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase:
1. Fase induksi: 15-30 tahun
Sampai saat i9ni belum dipastikan sebab terjadinya kanker, tapi factor lingkungan mungkin memegang peranan besar dalam terjadinya kanker pada manusia.
Kontak dengan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun samapi bisa merubah jaringan displasi menjadi tumor ganas. Hal ini tergantung dari sifat, jumlah, dan konsentrasi zat karsinogen tersebut, tempat yang dikenai karsinogen, lamanya terkena, adanya zat-zat karsinogen atau ko-karsinogen lain, kerentanan jaringan dan individu.
2. fase in situ: 1-5 tahun
pada fase ini perubahan jaringan muncul menjadi suatu lesi pre-cancerous yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru-paru, saluran cerna, kandung kemih, kulit dan akhirnya ditemukan di payudara.
3. fase invasi
Sel-sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi meleui membrane sel ke jaringan sekitarnya ke pembuluh darah serta limfe.
Waktu antara fase ke 3 dan ke 4 berlangsung antara beberpa minggu sampai beberapa tahun.
4. fase diseminasi: 1-5 tahun
Bila tumor makin membesar maka kemungkinan penyebaran ke tempat-tempat lain bertambah.

Tanda dan gejala
Penemuan tanda-tanda dan gejala sebagai indikasi kanker payudara masih sulit ditemukan secara dini. Kebanyakan dari kanker ditemukan jika dudah teraba, biasanya oleh wanita itu sendiri.
1. Terdapat massa utuh (kenyal)
Biasanya pada kuadran atas dan bagian dalam, di bawah lengan, bentuknya tidak beraturan dan terfiksasi (tidak dapat digerakkan)
2. Nyeri pada daerah massa
3. Adanya lekukan ke dalam/dimping, tarikan dan retraksi pada area mammae.
Dimpling terjadi karena fiksasi tumor pada kulit atau akibat distorsi ligamentum cooper.
Cara pemeriksaan: kulit area mammae dipegang antara ibu jari dan jari telunjuk tangan pemeriksa l;alu didekatkan untuk menimbulkan dimpling.
4. Edema dengan Peaut d’oramge skin (kulit di atas tumor berkeriput seperti kulit jeruk)
5. Pengelupasan papilla mammae
6. Adanya kerusakan dan retraksi pada area putting susu serta keluarnya cairan secara spontan kadang disertai darah.
7. ditemukan lesi atau massa pada pemeriksaan mamografi.














PENENTUAN UKURAN TUMOR, PENYEBARAN KE KELENJAR LIMFE DAN TEMPAT LAIN PADA CARCINOMA MAMMAE
TUMOR SIZE (T)
TX Tidak ada tumor
T0 Tidak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
T1 Tumor dengan diameter 2 cm atau kurang
T1a diameter 0,5cm atau kurang, tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1b >0,5 cm tapi kurang dari 1 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T1c >1 cm tapi < 2 cm, dengan fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T2 Tumor dengan diameter antar 2-5cm
T2a tanpa fiksasi terhadap fascia dan/muskulus pectoralis
T2b dengan fiksasi
T3 Tumor dengan diameter >5 cm
T3a tan pa fiksasi, T3b dengan fiksasi
T4 Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secar langsung ke dalam dinding thorak dan kulit
REGIONAL LIMFE NODES (N)
NX Kelenjar ketiak tidak teraba
N0 Tidak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
N1 Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
N2 Metastase ke kelenjar ketiak homolateral yang melekat terfiksasi satu sama lain atau terhadap jaringan sekitarnya
N3 Metastase ke kelenjar homolateral supraklavikuler atau intraklavikuler terhadap edema lengan
METASTASE JAUH (M)
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

STADIUM KLINIS KANKER PAYUDARA
STADIUM T N M
0 T1s N0 M0
I T1 N0 M0
IIA T0
T1
T2 N1
N1
N0 M0
M0
M0
IIB T2
T3 N1
N2 M0
M0
IIIA T0
T1
T2
T3 N2
N2
N2
N1, N2 M0
M0
M0
M0
IIIB T4
Semua T Semua N
N3 M0
M0
IV Semua T Semua N M1
Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium meliputi:
a. Morfologi sel darah
b. Laju endap darah
c. Tes faal hati
d. Tes tumor marker (carsino Embrionyk Antigen/CEA) dalam serum atau plasma
e. Pemeriksaan sitologik
Pemeriksaan ini memegang peranan penting pada penilaian cairan yang keluar sponyan dari putting payudar, cairan kista atau cairan yang keluar dari ekskoriasi
2. Tes diagnosis lain
a. Non invasif
1). Mamografi
Yaitu radiogram jaringan lunak sebagai pemeriksaan tambahan yang penting. Mamografi dapat mendeteksi massa yang terlalu kecil untuk dapat diraba. Dalam beberapa keadaan dapat memberikan dugaan ada tidaknya sifat keganasan dari massa yang teraba. Mamografi dapat digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada wanita-wanita yang asimptomatis dan memberikan keterangan untuk menuntun diagnosis suatu kelainan.
2). Radiologi (foto roentgen thorak)
3). USG
Teknik pemeriksaan ini banyak digunakan untuk membedakan antara massa yang solit dengan massa yang kistik. Disamping itu dapat menginterpretasikan hasil mammografi terhadap lokasi massa pada jaringan patudar yang tebal/padat.
4). Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan ini menggunakan bahan kontras/radiopaque melaui intra vena, bahan ini akan diabsorbsi oleh massa kanker dari massa tumor. Kerugian pemeriksaan ini biayanya sangat mahal.
5). Positive Emission Tomografi (PET)
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi ca mamae terutama untuk mengetahui metastase ke sisi lain. Menggunakan bahan radioaktif mengandung molekul glukosa, pemeriksaan ini mahal dan jarang digunakan.
b. Invasif
1). Biopsi
Pemeriksaan ini dengan mengangkat jaringan dari massa payudara untuk pemeriksaan histology untuk memastikan keganasannya. Ada 4 tipe biopsy, 2 tindakan menggunakan jarum dan 2 tindakan menggunakan insisi pemmbedahan.
a). Aspirasi biopsy
Dengan aspirasi jarum halus sifat massa dapat dibedakan antara kistik atau padat, kista akan mengempis jika semua cairan dibuang. Jika hasil mammogram normal dan tidak terjadi kekambuhan pembentukan massa srlama 2-3 minggu, maka tidak diperlukan tindakan lebih lanjut. Jika massa menetap/terbentuk kembali atau jika cairan spinal mengandung darah,maka ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsy pembedahan.
b). Tru-Cut atau Core biopsy
Biopsi dilakukan dengan menggunakan perlengkapan stereotactic biopsy mammografi dan computer untuk memndu jarum pada massa/lesi tersebut. Pemeriksaan ini lebih baik oleh ahli bedah ataupun pasien karena lebih cepat, tidak menimbulkan nyeri yang berlebihan dan biaya tidak mahal.
c). Insisi biopsy
Sebagian massa dibuang
d). Eksisi biopsy
Seluruh massa diangkat
Hasil biopsy dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara frozen section.

Komplikasi
Komplikasi utama dari cancer payudara adalah metastase jaringan sekitarnya dan juga melalui saluran limfe dan pembuluh darah ke organ-organ lain. Tempat yang sering untuk metastase jauh adalah paru-paru, pleura, tulang dan hati. Metastase ke tulang kemungkinan mengakibatkan fraktur patologis, nyeri kronik dan hipercalsemia. Metastase ke paru-paru akan mengalami gangguan ventilasi pada paru-paru dan metastase ke otak mengalami gangguan persepsi sensori.

Penatalaksanaan medis
Penanganan secara medis dari pasien dengan kanker mamae ada dua macam yaitu kuratif (dengan pembedahan) dan paliatif (non pembedahan)
Tabel Penanganan Cancer Mammae
Penanganan Keterangan
Pembedahan (kuratif)
Mastektomi parsial (eksisi tumor local dan penyinaran)








Mastektomi total dengan diseksi aksila rendah
Mastektomi radikal yang dimodifikasi

Mastektomi radikal



Mastektomi radikal yang diperluas
Mulai dari lumpektomi (pengangkatan jaringan yang luas dengan kulit yang terkena) sampai kuadranektomi (pengangkatan seperempat payudara), pengangkatan atau pengambilan contoh jaringan dari kelenjar limfe aksila untuk penentuan stadium; radiasi dosis tinggi mutlak perlu (5000-6000 rad)
Seluruh payudara, semua kelenjar limfe di lateral otot pektoralis minor
Seluruh payudara, semua atau sebagian jaringan aksila
Seluruh payudara, otot pektoralis mayor dan minor di bawahnya, seluruh isi aksila

Sama seperti masektomi radikal ditambah kelenjar limfe mamaria interna
Non Pembedahan (paliatif)
Penyinaran






Kemoterapi



Terapi hormaon dan endokrin

Pada payudara dan kelenjar limfe regional yang tidak dapat direseksi pada kanker lanjut, pada metastase tulang, metastase kelenjar limfe, aksila, kekambuhan tumor local atau regional setelah mastektomi

Adjuvan sistemik setelah mastektomi; paliatif pada penyakit yang lanjut

Kanker yang telah menyebar, memakai estrogen, androgen, progesterone, anti estrogen, ooforektomi, adrenalektomi, hipofisektomi
Pengobatan paliatf kanker payudara tidak dapat dijalankan menurut suatu skema yang kaku, selalu dipertimabngkan kasus demi kasus. Terapi kemoterap[I diberikan bila ada metastasis visceral terutama ke otak dan limphangitik dan jika terpai hormonal tidak dapat mengatasi atau penyakit tersebut telah berkembang sebelumnya, dan jika tumor tersebut ER negative.
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah ( Mansjoer dkk, 1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Mellitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II
(1) DMTTI yang tidak mengalami obesitas
(2) DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes Mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
Diabetes Mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.


B. Etiologi
1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
b. Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atsu kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukanpada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
c. Faktor imunologi
d. Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
e. Faktor lingkungan
f. Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destruksi sel β pancreas.
2. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price, 1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah :
a) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b) Obesitas
c) Riwayat keluarga
d) Kelompok etnik

C. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono, 1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50 % glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10 % menjadi glikogen dan 20 % sampai 40 % diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraselluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price, 1995).
DM Tipe I DM Tipe II























D. Manifestasi Klinik
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
1. Keluhan TRIAS : Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah : Poliuria, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Virus menurun, Bisul/ luka, Keputihan.

E. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah :
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
b. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
c. Neuropati saraf sensonik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
d. Proteinuria
e. Kelainan koroner
f. Ulkus / gangrene (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain :
1) Grade 0 : Tidak ada luka
2) Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : Terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki dan bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal


F. Evaluasi Diagnostik
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya diatas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupaka criteria diagnostic penyakit DM.

G. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita
b. Menharahkan pada berat badan normal
c. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d. Mempertahankan kadar KGD normal
e. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
f. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
g. Menarik dan mudah diberikan
Prinsip diet DM, adalah :
a. Jumlah sesuai kebutuhan
b. Jadwal diet ketat
c. Jenis : boleh dimakan / tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya :
a. Diit DM I : 1100 kalori e. Diit DM V : 1900 kalori
b. Diit DM II : 1300 kalori f. Diit DM VI : 2100 kalori
c. Diit DM III : 1500 kalori g. Diit DM VII : 2300 kalori
d. Diit DM IV : 1700 kalori h. Diit DM VIII : 2500 kalori


Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu :
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100

1. Kurus (underweight) BBR < 90 %
2. Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3. Gemuk (overweight) BBR > 110%
4. Obesitas apabila : BBR > 120 % BBR > 120%
 Obesitas ringan
 Obesitas sedang
 Obesitas berat
 Morbid BBR 120 % - 130%
BBR 130% - 140%
BBR 140% - 200%
BBR >200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :
1. Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari
2. Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3. Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4. Obesitas : BBR > 120 % BB X 10-15 kalori sehari


2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
 Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.
 Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
 Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplay oksigen
 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
 Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.
 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena prmbakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya : leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
b) kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insuli, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraselluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain :
 Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
 Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
 Pemijatan (Massage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin


 Suhu
Suhu kulit yempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
 Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuscular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetic.
5. Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik (Tjokroprawiro, 1992).

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah melakukan pangkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci adalah sebagai berikut (Rumahorbo, 1999) :
1) Riwayat atau adanya factor resiko, Riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria sselama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
2) Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan, gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi aterosklerosis.
3) Pemeriksaan Diagnosis
a) Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari 200 mg/dl). Biasanya, ters ini dianjurkan untuk pasien yang menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.
b) Gula darah puasa normal atau diatas normal.
c) Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.
d) Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.
e) Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan propensitas pada terjadinya aterosklerosis.
4) Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostic dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.
5) Kaji perasaan pasien tentang kondisi penyakitnya.
2. Diagnosa Keperawatan
Pada klien dengan Diabetes Mellitus, diagnosa keperawatan menurut NANDA adalah :
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorpsi zat-zat gizi berhubungan dengan factor biologis.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan sekunder atau karena penyakit kronik.
3) Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot.
4) Kerusakan integritas jaringan b/d factor mekanik ubahan sirkulasi, immobilitas dan penurunan sensibilitas (neuropati).
5) PK : Hiperglikemi
6) PK : Neuropati
7) PK : Retinopati
8) K : Nefropati
9) PK : Hipertensi
10) PK : Hipoalbuminemia







RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d factor biologis. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam status nutrisi meningkat, dengan kriteria:
- Intake makan dan mi-numan
- Intake nutrisi
- Control BB
- Masa tubuh
- Biochemical measures
- Energy Monitoring gizi (1160)
1. Timbang berat badan klien pada in-terval tertentu
2. Amati kecenderungan pengurangan dan penambahan berat badan
3. Monitor jenis dan jumlah latihan yang dilaksanakan
4. Monitor respon emosional klien ketika ditempatkan pada suatu ke-adaan yang ada makanan
5. Monitor lingkungan tempat makanan
6. Amati rambut yang kering dan mudah rontok
7. Monitor mual dan muntah
8. Amati tingkat albumin, protein total, hemoglobin dan kelemahan
9. Monitor tingkat energi, rasa tidak enak badan, keletihan dan kelemahan
10. Amati jaringan penghubung yang pucat, kemerahan dan kering
11. Monitor masukan kalori dan bahan makanan

Manajemen nutrisi (1100)
1. Kaji apakah klien ada alergi makanan
2. Kerjasama dengan ahli gizi dalam me-nentukan jumlah kalori, protein dan le-mak secara tepat sesuai dengan kebu-tuhan klien
3. Anjurkan masukan kalori sesuai kebutuhan
4. Ajari klien tentang diet yang benar sesuai kebutuhan tubuh
5. Monitor catatan makanan yang masuk atas kandungan gizi dan jumlah kalori
6. Timbang berat badan secara teratur
7. Anjurkan penambahan intake protein, zat besi dan vit C yang sesuai
8. Pastikan bahwa diet mengandung ma-kanan yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
9. Beri makanan protein tinggi, kalori tinggi dan makanan bergizi yang sesuai
10. Pastikan kemampuan klien untuk me-menuhi kebutuhan gizinya.

Manajemen hiperglikemia (2120)
1. Monitor gula darah sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala poliuri, poli-dipsi, poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau sakit kepala
3. Monitor tanda vital sesuai indikasi
4. Kolaborasi dokter untuk pemberian insulin
5. Pertahankan terapi IV line
6. Berikan IV fluid sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dokter jika ada tanda hiperglikemi menetap atau memburuk
8. Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah > 250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Anjurkan banyak minum
11. Monitor status cairan intake output sesuai kebutuhan
2 Risiko infeksi b.d. prose-dur invansif, tidak adeku-atnya pertahanan tubuh sekunder Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam klien tidak mengalami infeksi, dengan kriteria :

Immune Status (0702)
- Tak ada tanda infeksi berulang (rubor, kalor, tumor, dolor, fungsiolesa)
- Status respirasi dalam batas normal
- Suhu tubuh dalam batas normal
- WBC dan differensial dalam batas normal

Knowledge : Infection Con-trol (1807)
- Menerangkan cara-cara penyebaran infeksi dan factor yang berkontribusi
- Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Menjelaskan aktifitas yang dapat meningkatkan resistensi terhadap infeksi

Risk Control (1902)
- Mengakui adanya resiko
- Monitor factor resiko lingkungan
- Mengembangkan strategi control risiko yang efektif
- Menghindari eksposur yang mengancam kesehatan
- Mengenali perubahan status kesehatan
Kontrol Infeksi (6540)
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai klien lain
2. Batasi pengunjung bila perlu
3. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan klien
4. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan ke-perawatan
6. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
7. Pertahankan lingkungan aseptic selama pemasangan alat
8. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai petunjuk umum
9. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
10. Tingkatkan intake nutrisi
11. Kelola terapi antibiotic bila perlu

Proteksi Infeksi (6550)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
2. Monitor hasil laboratorium seperti : hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjug
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Pertahankan teknik asepsis pada klien yang beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi bila perlu
8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Diskusikan pengambilan kultur bila perlu
11. Dorong masukan nutrisi, cairan, dan istirahat yang cukup
12. Monitor perubahan tingkat energi
13. Dorong peningkatan mobilitas dan latihan
14. Instruksikan klien untuk minum anti-biotic sesuai resep
15. Ajarkan klien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif

Monitor vital Sign (6680)
1. Pantau suhu tubuh setiap 8 jam

Enviroment management (6480)
1. Batasi pengunjung yang sedang demam / influenza / sakit infeksi

Health education (5510)
1. Jelaskan mengapa sakit dan peng-obatan meningkatkan resiko infeksi
2. Anjurkan klien untuk menjaga ke-sehatan personal untuk melindungi dari infeksi
3. Ajarkan metode aman untuk pe-ngamanan / penyiapan makanan
4. Pengendalian infeksi : Ajarkan teknik mencuci tangan
5. Ajarkan tanda-tanda infeksi
6. Anjurkan untuk lapor perawat / dokter bila dirasakan muncul tanda-tanda infeksi

Medication Administration (2300)
1. Kelola terapi sesuai advis
2. Pantau efektivitas, keluhan yang muncul pasca pemberian antibiotic
3 Kerusakan mobilitas fisik b.d perubahan persepsi sensori dan kognitif, pe-nurunan kekuatan dan ketahanan.

Batasan Karakteristik :
- Keterbatasan rentang gerak
- Tirah baring
- Kesulitan koordinasi
- Penurunan kekuatan atau control otot
- Klien mengatakan sa-kit / pusing untuk miring Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam klien mampu melakukan aktivitas fisik dengan optimal, dengan criteria :

- Klien dapat melaksana-kan mobilisasi secara bertahap dengan tanpa mengalami perubahan vital signs
- Klien tidak mengalami dekubitus
1. Koreksi tingkat kemampuan mobilisasi dengan skala 0 – 4 :
0 : klien tidak tergantung pada orang lain.
1 : klien butuh sedikit bantuan
2 : klien butuh bantuan sederhana
3 : klien butuh bantuan banyak
4 :klien sangat tergantung pada pem- berian pelayanan
2. Atur posisi klien dan ubahlah setiap 2 – 4 jam sekali
3. Bantu klien melakukan gerakan-gerakan sendi secara pasif bila kesadaran menurun dan secara aktif bila klien kooperatif.
4. Observasi / kaji terus kemampuan gerakan motorik, keseimbangan, koor-dinasi gerakan tonus
5. Ukur tanda-tanda vital sebelum dan sesudah melakukan latihan
6. Anjurkan keluarga klien untuk melatih dan memberi motivasi
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapi)
8. Buat posisi seluruh persendian dalam letak anatomis / nyaman dengan memberi penyangga pada lekukan-lekukan sendi, telapak tangan dan kaki
9. Lakukan massage perawatan kulit & pertahankan alat tenun bersih dan kering
10. Lakukan perawatan mata dengan memberikan cairan air mata buatan dan tutup mata dengan kaca steril lembab sesuai indikasi
11. Bantu klien dalam memenuhi ADL, bila kesadaran belum pulih kembali
12. Observasi BAB dan bantu BAB secara teratur, kolaborasi dengan dokter pemberian supositoria
13. Berikan motivasi dan latihan pada klien dalam memenuhi kebutuhan ADLnya, sesuai dengan kebutuhan saat reha-bilitasi, penyebaran tingkat kegawatan dan keluhan-keluhan klien.

4 Kerusakan integritas ja-ringan b.d factor mekanik : perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati).
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam wound healing mening-kat, dengan criteria :
- Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan.
Wound care (3660)
1. Catat karateristik luka, tentukan ukuran dan kedalaman luka dan klasifikasi pengaruh ulcers
2. Catat karateristik cairan secret yang keluar
3. Bersihkan dengan cairan antibakteri
4. Bilas dengan cairan NaCI 0,9 %
5. Lakukan nekrotomi
6. Lakukan tampon yang sesuai
7. Dresing dengan kasa steril sesuai dengan kebutuhan
8. Lakukan pembalutan
9. Pertahankan teknik dressing steril ketika melakukan perawatan luka
10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandigkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
5 PK : hiperglikemia
PK : Neuropati
PK : Retinopati
PK : Nefropati
PK : Hipertensi
PK : Hipoalbuminemia Setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat mencegah atau meminimalkan komplika-si dari hiperglikemia, neuro-pati, retinopati, nefropati, hi-pertensi, dan hipoalbumin-emia. 1. Pantau tanda dan gejala Hiperglikemia
 Gula darah puasa tinggi > 140 mg/dl
 Test Toleransi Glukosa 2 jam > 200 mg/dl
 Osmolalitas serum 300 m osm/kg
 Perubahan sensori
2. Beri terapi insulin sesuai program
3. Pantau tanda dan gejala Neuropati perifer
 Diabetes tak terkontrol
 Diagnosis diabetes > 10 thn
 Nyeri
 Penurunan sensasi
 Penurunan respon tendon dalam (achiles & patella)
 Parestesia
4. Pantau tanda dan gejala automatis neuropati :
 Diabetes tak terkontrol
 Diagnosis diabetes > 10 tahun
 Berkeringat abnormal
 Paralisis kandung kemih
 Diare noctumal
 Gastroparesis
5. Pantau tanda dan gejala Retinopati :
 Penglihatan kabur
 Bintik hitam
 Kebutaan tiba-tiba
6. Pantau tanda dan gejala Nefropati :
 Diabetes tak terkontrol
 Diagnosis diabetes > 10 tahun
 Hipertensi
 Proteinuria, bakteriuria, urine keruh
 Peningkatan sel darah putih
 Sel darah merah dalam urine
 Demam
 Nyeri badan
 Menggigil
 Stres inkontinensia
 BUN dan Kreatinin meningkat
 Oedema
7. Pantau tanda dan gejala hipertensi :
 Pantau tekanan darah > 160 / 90 mmHg
 Adanya keluhan nyeri kepala, pusing
 Jamin klien untuk mendapatkan istirahat
 Pantau adanya udema
 Beri terapi antihipertensi sesuai program
8. Pantau tanda dan gejala hipoalbuminemia :
 Albumin < 3,5g/dl
 Adanya udema
 Ascites
 Kolaborasi pemberian albumin
TINJAUAN TEORI

APPENDISITIS

A. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 2000). Apendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongan tidak efektif, dan lumennya kecil, apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi (apendisitis), (Brunner and Suddart, 2001).

B. ETIOLOGI
Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping hiperplasi jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, dan cacing ascaris dapat juga menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkkan peran makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, R & Jong Win De, 1997).

C. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehungga menyebabkan peningkatan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus berlanjut. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).

D. MANIFESTASI KLINIS
- Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu makan.
- Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney (nyeri tekan, nyeri lepas, defans muskuler)
- Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung yaitu:
• Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (tanda Rovsing)
• Nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepaskan (tanda Blumberg)
• Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti napas dalam, berjalan, batuk, mengedan.
- Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5o C. Bila suhu lebih tinggi mungkin sudah terjadi perforasi (Sjamsuhidayat, R & Jong Win De, 1997).
- Bila apendiks berada dibelakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbar.
- Nyeri pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada di dekat rectum
- Nyeri pada saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insiden perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda (Brunner and Suddart, 2001).

E. KOMPLIKASI
- Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas. Insiden lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri.
- Tromboplebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tapi merupakan komplikasi yang letal. Tandanya demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks.
- Komplikasi lain yang dapat terjadi berupa abses subfrenicus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan (Mansjoer, 2000).
- Dapat menjadi apendicitis kronis.
- Komplikasi potensial setelah apendiktomi
 Peritonitis
Intervensi keperawatan:
- Observasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen, dan takikardi.
- Lakukan penghisapan nasogastriks konstan
- Perbaiki dehidrasi sesuai program
- Berikan preparat antibiotik sesuai program
 Abses pelvis atau lumbal
Intervensi keperawatan:
- Evaluasi adanya anoreksia, menggigil, demam, dan diaforesis
- Observasi adanya diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis
- Siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal
- Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif
 Abses subfrenik (abses di bawah diafragma)
Intervensi keperawatan:
- Kaji pasien terhadap adanya menggigil, demam, diaforesis
- Siapkan untuk pemeriksaan sinar x
- Siapkan drainase bedah terhadap abses
 Ileus
Intervensi keperawatan:
- Kaji bising usus
- Lakukan intubasi dan penghisapan nasogastrik
- Ganti cairan dan elektrolit dengan rute intervena sesuai program
- Siapkan untuk pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.
Sumber : (Brunnert & Suddart, 2001)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Terjadi lekositosis ringan (10.000-20.000) dengan peningkatan jumlah netrofil. Pemeriksaan urin juga perlu dilakukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih. Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG bila telah terjadi infiltrat apendikularis(Mansjoer, 2000).
 Hb, hct normal. Differential telling bergeser ke kiri, LED meningkat pada appendicitis infiltrate.
 Rontgen
Appendicogram. Hasil positif bila berupa: non filling, partial filling, mouse tail, cut off. Roentgen abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis (Sari,D.K, dkk, 2005).
G. PENALAKSANAAN
1. Medis
a. Sebelum Operasi
 Observasi
Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Di sini observasi keta perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonotis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksan darah (lekosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan thoraks dilakukan untuk mencari penyulit lain.
 Intubasi bila perlu
 Antibiotik
b. Operasi apendiktomi
c. Pasca operasi
 Observasi tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermi, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar untuk mencegah aspirasi cairan lambung. Baringkan pasien pada posisi fowler. Pasien dikatakan baik jika dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
 Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30ml/jam. Keesokharinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
 Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien boleh pulang.
d. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian, gejala apendisitis akut dapat mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi akan berkurang (Mansjoer, 2000).
2. Keperawatan
a) Pra operatif
Perawat menyiapkan pasien untuk pembedahan. Infus intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang. Aspirin dapat digunakan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Apabila terdapat bukti atau kemingkinan terjadi ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan, karena dapat menimbulkan perforasi.
b) Pasca operatif
 Pasien ditempatkan pada posisi semi-Fowler. Posisi ini untuk mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen, yang membantu mengurangi nyeri. Opioid, biasanya sulfat morfin, diberikan untuk menghilangkan nyeri. Cairan per oral diberikan bila mereka dapat mentoleransi. Pasien yang mengalami dehidrasi diberikan cairan secara IV.
 Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi , pasien dapat dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normal dan area operatif terasa nyaman. Penyuluhan saat pulang sangat penting. Pasien diinstruksikan untuk menemui ahli bedah yang akan mengangkat jahitan antara hari kelima dan ketujuh. Pasien dan keluarga dapat diajarkan untuk merawat luka dan penggantian balutan dan irigasi sesuai program.
 Apabila terdapat kemungkinan peritonitis, drain dibiarkan di tempat insisi. Pasien yang berisiko terhadap komplikasi dipertahankan di RS selama beberapa hari dan dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda obstruksi usus atau hemoragi sekunder. Abses sekunder dapat terbentuk di pelvis, dibawah diafragma, atau di hati yang menyebabkan peningkatan suhu dan frekuensi nadi, serta peningkatan pada jumlah leukosit (Brunnert & Suddart, 2001).

H. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri b/d agen injuri fisik (luka post apendiktomi)
2. Defisit perawatan diri (mandi, makan, berpakaian, toileting, berhias, mobilisasi) b/d kelemahan fisik, nyeri post apendiktomi)
3. Resiko infeksi b/d prosedur invasif, luka post apendiktomi
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d status puasa pre dan post operasi